Memperjuangkan Pendidikan Demi Kelestarian Suku Pedalaman
Nurhayatus Syifa Qolbiyah, siswa Kelas XII SMA Terpadu
Al-Qudwah.
Tidak ada listrik di tempatnya. Begitu pun dengan
sinyal. Suasana tradisional terasa sangat kental. Rumah panggung berjajar
berdampingan dengan lumbung padi yang khas. Udara terasa begitu segar saat
dihirup. Tak ada udara yang kotor terpapar polusi. Tak ada air sungai yang
keruh karena tercemar. Kehidupan masyarakat setempat yang selaras dengan alam
menjadikan kekayaan alam desa ini lestari. Kegiatan sehari-hari pun masih sangat
tradisional.
Namanya Marno. Salah satu warga Suku Baduy. Suku
Baduy atau Orang Kanekes adalah masyarakat asli di sebuah wilayah di Kabupaten
Lebak. Suku Baduy dikenal sebagai suku yang menjalani kehidupan dengan
sederhana. Mereka menggenggam erat tradisi yang telah diwariskan turun temurun.
Mereka menutup diri dari modernitas dunia yang kian berkembang.
Namun, Marno punya pemikiran berbeda. Dia
menganggap pendidikan melalui sekolah adalah hal yang penting. Makanya, dia
terus menempuh pendidikan. Saat ini dia tengah berjuang mengenyam pendidikan
formal di luar desa.
Hal yang membuatnya termotivasi untuk mengenyam
pendidikan yaitu karena keyakinannya akan peran pendidikan terhadap kelestarian
adat. Menurutnya di era globalisasi ini Suku Baduy pun membutuhkan sosok yang
berpendidikan.
Walaupun aturan adat melarang masyarakat untuk
bersekolah, namun dengan kondisi zaman yang semakin maju masyarakat Suku Baduy
perlu memiliki bekal pendidikan agar mampu bertahan.
“Mempertahankan adat harus dengan ilmu.
Adat memang tidak membuat kita bodoh. Namun, di era globalisasi seperti
sekarang ini, jika kita tidak bersekolah, kita akan tertinggal.” ujarnya.
Dan Marno kini tengah duduk di bangku kelas XII
di SMA Negeri 1 Rangkasbitung. Untuk sekolah hingga bangku SMA, banyak
tantangan dan perjuangan yang dihadapinya.
Akan tetapi, karena dorongan dari orang tua yang
membuatnya terus bersemangat hingga sekarang. Sejak ia kecil, orang tuanya yang
aktif di dunia pendidikan nonformal. Sering mengumpulkan
anak-anak sekitar untuk belajar membaca dan menulis di rumah.
Motivasi Berprestasi
Memasuki usia Sekolah Dasar, Marno menempuh pendidikan di PKBM Kencana Ungu,
Leuwidamar. Usai merampungkan Sekolah Dasar, ia melanjutkan pendidikan ke SMP
Negeri 4 Kalanganyar. Ia aktif mengikuti organisasi di sekolah.
Di sekolah dia selalu berusaha menjadi yang terbaik. Dia memotivasi diri
agar terus berprestasi. Dengan semangat itulah, saat SMP, ia diberikan
kepercayaan untuk menjadi ketua OSIS. Malahan, di SMA dia merupakan ketua
Paskibraka. Di samping itu, dia termasuk pengurus OSIS juga. Sebuah prestasi
yang sangat membanggakan. Mungkin tidak akan diraihnya jika dia tidak
bersekolah.
Marno sang ketua Paskibraka
Perjuangan Terberat
Di balik prestasinya itu semua, perjuangan
yang ia tempuh tak selalu berjalan mulus. Terkadang ia berhadapan dengan
situasi yang cukup sulit. Dengan adanya aturan adat yang melarang masyarakat
setempat untuk bersekolah, Marno harus menyembunyikan hal itu dari masyarakat.
Hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa dirinya bersekolah. Itu pun hanya
tetangga. Mereka yang mengetahui hal itu tidak begitu mempermasalahkan.
Namun, suatu ketika saat Marno duduk di kelas IX,
ada warga yang melaporkannya ke Ketua Suku atau yang biasa disebut Pu’un. Padahal
saat itu Marno akan menghadapi Ujian Nasional (UN) dalam waktu dekat. Kejadian
itu tentu saja membuatnya resah. Ia pun sempat terpuruk.
Namun, ada motivasi dari guru yang membuatnya
kembali bangkit. “Marno, apapun kondisinya kamu harus tetap semangat,” demikian
pesan Pak Cep Cucu, guru bahasa Indonesia Marno.
Ia pun terpaksa menjelaskan kepada warga bahwa
dirinya bekerja di Rangkasbitung, bukan bersekolah.
Marno kembali melanjutkan perjuangannya. Merajut
mimpi yang telah ia bangun sedari kecil. Ia tidak memimpikan profesi-profesi
bergengsi seperti yang diinginkan banyak orang. Ia ingin menjadi seseorang yang
membuka pandangan suku Baduy terhadap sekolah dan menginspirasi generasi muda
di sana agar mengikuti jejaknya. Karena baginya pendidikan sangatlah penting
bagi kelestarian adat di era modern ini.
Jika melihat kondisi yang terjadi, saat ini
kebudayaan Baduy sudah terpengaruh budaya luar. Teknologi yang masuk semakin
banyak, namun, masyarakat tidak mengetahui cara penggunaan yang tepat dan
bijak. Akhirnya, pengaruh negatiflah yang lebih banyak diserap. Misalnya saja,
anak-anak usia lima tahun sudah ada yang bermain ponsel. Menonton video offline,
bermain game offline dan sebagainya. Hal semacam itulah yang
akan menggerus kebudayaan baduy sedikit demi sedikit.
Padahal, jika masyarakat terutama generasi muda
mengenyam pendidikan, maka kemungkinan buruk tersebut dapat ditekan. Dengan
pendidikan masyarakat dapat memahami kemajuan zaman sebagai bekal agar
kebudayaan dapat terus bertahan. Berbekal semangat yang tinggi, Marno berusaha
untuk mewujudkan hal itu.
Ayah Sang Inspirasi
Ketika ditanya perihal tokoh inspiratif, Marno
mengatakan ayahnyalah yang membuatnya terinspirasi selama ini. Ia sangat kagum
terhadap pemikiran ayahnya. Apalagi semangatnya yang sejak muda ingin
memberantas buta huruf di Baduy. Karena itulah ia bertekad untuk meneruskan
perjuangan ayahnya.
Meskipun jalan yang dilaluinya tak mudah, namun
ia tak pernah putus asa. Ia yakin kegigihannya akan membuahkan hasil
suatu saat nanti. Menjadikannya seseorang yang memberi pengaruh positif
terhadap kelestarian adat suku Baduy, serta menyadarkan masyarakat bahwa
pendidikan bukan semata-mata untuk mengikuti kemajuan zaman apalagi sebatas
formalitas mengikuti aturan negara, tetapi untuk meningkatkan kualitas diri dan
mempertahankan eksistensi tradisi.
Perjuangan Marno memang masih panjang. Namun,
dengan apa yang sudah dilakukannya, Marno memang layak menjadi inspirasi. ***
Komentar