Kedewasaan Seorang Anak Bernama Ismail.
BPI Insighting - Kita tentu sudah sangat ingat kisah Nabi Ibrahim yang diperintah untuk menyembelih anaknya Ismail.
Diantara kisahnya ada dialog ayah dan anak yang begitu indah digambarkan oleh Allah swt dalam Al Quran.
{ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ }
[Surah Aṣ-Ṣāffāt: 102]
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Isma'il) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Sungguh dialog pada ayat ini seperti menggambarkan kedewasaan seorang anak bernama Ismail.
Sebagaimana yang Allah sampaikan di awal ayat ini, falamma balagha ma'hu sa'ya menunjukkan saat itu Ismail masuk usia baligh (balagha) dan mampu berusaha, kuat seperti orang dewasa (Ayah). Ada ulama yang mengatakan Ismail pada waktu itu berusia 7 tahun, tapi sebagian besar menyebutkan 13-15 Tahun. Ini menunjukkan dialog ini dilakukan saat Ismail masuk usia baligh.
Nabi Ibrahim menceritakan mimpinya kepada Ismail, bahwa dalam mimpinya beliau menyembelih anaknya, kemudian meminta tanggapan Ismail.
Mimpi itu adalah Visi, Tujuan, Ayah Ibrahim menularkan mimpi/visinya pada Ismail. Ciri kedewasaan pertama adalah seseorang itu punya visi yang jelas dalam hidupnya, bahkan terhubung pada Allah swt dan terhubung pada visi ayahnya. Ada yang mengatakan anak harus lebih baik dari ayahnya, mungkin benar tapi keliru pada prakteknya, anak seharusnya bangga melanjutkan perjuangan ayahnya, inilah sebaik baik warisan.
Ciri kedewasaan yang kedua adalah tanggungjawab, bisa saja Nabi Ibrahim langsung mengeksekusi mimpinya, tapi beliau meminta Ismail memikirkan bagaimana merealissikannya. Merealisasaikan mimpi itu adalah bentuk tanggungjawab, bukan sekedar punya Visi tapi tidak pernah mau menjalankannya.
Yang ketiga, mengambil keputusan, ucapan "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah padamu" adalah bentuk keberanian Ismail untuk mengambil keputusan, bahkan keputusan itu menyangkut nyawanya sendiri.
Dan yang terakhir adalah tentang konsep diri. Ismail menutup dengan kalimat, "insyaAllah engkau akan mendapatiku sebagai orang yang sabar." Ismail menguatkan diri dan ayahnya bahwa dirinya adalah orang yang sabar. Konsep diri yang positif membuat semua keputusan yang diambil dengan penuh percaya diri dan tenang.
Sunggung indah ujian Allah kepada ayah dan anak ini saat memasuki usia aqil baligh. Keduanya lulus dari ujian Allah dan menggantikan Ismail dengan seekor domba.
Sungguh banyak anak yang mudah terombang ambing, ikut sana ikut sini, mudah terpengaruh hal-hal negatif karena memang tidak memiliki tujuan hidup. Seperti kata Covey, Begin With The End In Mind, memulai dengan yang akhir didalam pikiran kita. Setiap orang akan berperilaku sesuai akhir yang ada dikepalanya. Saat kita diminta menggambar apel misalnya, Maka sebelum kita menggapar pasti ada gambaran apel dalam pikiran kita, kemudian kita mulai menggambar apel seperti dalam pikiran kita.
Ditambah lagi menjadi pribadi yang pemberontak, karena rasa tanggungjawabnya tidak pernah tumbuh. Anak muda yang mudah terstimulus oleh lingkungannya.
Kemudian hidupnya gamang, karena takut mengambil keputusan. Sampai akhirnya semua citra negatifnya akan menjadi identitas dirinya.
Maka, didik anak kita menjadi dewasa, dewasa itu bukan yang kekanak kanakan, dia memiliki Visi yang luhur, tanggungjawab yang kuat, berani ambil keputusan dan konsep diri yang matang, sebagaimana sikap Ismail diatas. Satu saja belum nampak pada anak kita, berarti dia belum dewasa walaupun dia sudah lulus kuliah.
Latih mereka seperti Ismail di rumah bersama Ayah dan Ibunya, lalu uji mereka dalam kawah candradimukanya BPI. Ya BPI itu tempat menguji ksatria agar menjadi ksatria yang kuat, visioner bertanggungjawab, berani ambil keputusan dan matang.
Ujian yang sebenarnya antara ayah/ ibu dan anak adalah saat anak memasuki usia Balighnya.
Wallahualam
#BPIQu #ayokealqudwahlebak
Komentar